BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tulisan ini membahas mengenai etika
profesi guru secara umum bagi peserta sertifikasi guru. Beberapa paparan dalam
tulisan ini membahas tentang etika kerja dan etos kerja guru serta kode etik
guru yang meliputi; tujuan kode etik, penetapan kode etik, sanksi pelanggaran
kode etik, dan kode etik guru Indonesia.
Semua kemampuan di atas sangat penting
bagi semua peserta sertifikasi guru agar menjadi guru yang profesional. Pendidikan
dapat dipandang sebagai suatu proses pemberdayaan dan pembudayaan individu agar
mampu memenuhi kebutuhan perkembangan dan memenuhi tuntutan sosial, kultural,
serta religius dalam lingkungan kehidupannya.
Pengertian pendidikan seperti ini
mengimplikasikan bahwa upaya apapun yang dilakukan dalam konteks pendidikan
seyogyanya terfokus pada upaya memfasilitasi proses perkembangan individu
sesuai dengan nilai agama dan kehidupan yang dianut.
B. Rumusan
Masalah
Makalah ini merumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut :
1. Apa
pengertian etika, profesi, dan kode etik profesi?
- Bagaimana
penerapan kode etik profesi dalam suatu bidang pekerjaan?
- Apa
fungsi dan tujuan dari kode etik profesi?
- Bagaimana
pelanggaran kode etik, penyebab pelanggaran, dan sanksinya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika
Kerja Guru
Etika (ethic) bermakna sekumpulan
azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, tata cara (adat, sopan santun)
nilai mengenai benar dan salah tentang hak dan kewajiban yang dianut oleh suatu
golongan atau masyarakat. Etika, pada hakikatnya merupakan dasar pertimbangan dalam
pembuatan keputusan tentang moral manusia dalam interaksi dengan lingkungannya.
Secara umum etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosofis yang sangat
diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan
pola-pola perilaku yang sebaikbaiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang
berlaku.
Sebagai acuan pilihan perilaku, etika
bersumber pada norma-norma moral yang berlaku. Sumber yang paling mendasar
adalah agama sebagai sumber keyakinan yang paling asasi, filsafat hidup (di negara
kita adalah Pancasila), budaya masyarakat, disiplin keilmuan dan profesi. Dalam
dunia pekerjaan, etika sangat diperlukan sebagai landasan perilaku kerja para
guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Etika kerja lazimnya dirumuskan atas
kesepakatan para pendukung pekerjaan itu dengan mengacu pada sumber-sumber
dasar nilai dan moral tersebut di atas. Rumusan etika kerja yang disepakati
bersama itu disebut kode etik.
Kode etik akan menjadi rujukan untuk mewujudkan perilaku etika dalam
melakukan tugas-tugas pekerjaan. Dengan kode etik itu pula perilaku etika para pekerja
akan dikontrol, dinilai, diperbaiki, dan dikembangkan. Semua anggota harus
menghormati, menghayati, dan mengamalkan isi dari semua kode etik yang telah
disepakati bersama.
Dengan demikian akan terciptanya suasana
yang harmonis dan semua anggota akan merasakan adanya perlindungan dan rasa
aman dalam melakukan tugas-tugasnya. Secara umum, kode etik ini diperlukan
dengan beberapa alasan, antara lain:
v Untuk
melindungi pekerjaan sesuai dengan ketentuan dan kebijakan yang telah
ditetapkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
v Untuk
mengontrol terjadinya ketidakpuasan dan persengketaan dari para pelaksana,
sehingga dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan eksternal
pekerjaan.
v Melindungi
para praktisi di masyarakat, terutama dalam hal adanya kasus-kasus penyimpangan
tindakan.
v Melindungi
anggota masyarakat dari praktek-praktek yang menyimpang dari ketentuan yang
berlaku.
Karena kode etik itu merupakan suatu
kesepakatan bersama dari para anggota suatu profesi, maka kode etik ini
ditetapkan oleh organisasi yang mendapat persetujuan dan kesepakatan dari para
anggotanya. Khusus mengenai kode etik guru. di Indonesia, PGRI (Persatuan Guru
Republik Indonesia) telah menetapkan kode etik guru sebagai salah satu
kelengkapan organisasi sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga PGRI.
B. Etos
Kerja Guru
Sebenarnya kata "etos"
bersumber dari pengertian yang sama dengan etika, yaitu sumber-sumber nilai
yang dijadikan rujukan dalam pemilihan dan keputusan perilaku. Etos kerja lebih
merujuk kepada kualitas kepribadian yang tercermin melalui unjuk kerja secara
utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya. Dengan demikian etos kerja lebih
merupakan kondisi internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku ke arah
terwujudnya kualitas kerja yang ideal. Kualitas unjuk kerja dan hasil kerja
banyak ditentukan oleh kualitas etos kerja ini.
Sebagai suatu kondisi internal, etos
kerja mengandung beberapa unsur antara lain: (1) disiplin kerja (2) sikap
terhadap pekerjaan, (3) kebiasaan-kebiasaan bekerja. Dengan disiplin kerja,
seorang pekerja akan selalu bekerja dalam pola-pola yang konsisten untuk melakukan
dengan baik sesuai dengan tuntutan dan kesanggupannya.
Disiplin yang dimaksud di sini adalah
bukan disiplin yang mati dan pasif, akan tetapi disiplin yang hidup dan aktif
yang didasari dengan penuh pemahaman, pengertian, dan keikhlasan.
Sikap terhadap pekerjaan merupakan
landasan yang paling berperan, karena sikap mendasari arah dan intensitas unjuk
kerja. Perwujudan unjuk kerja yang baik, didasari oleh sikap dasar yang positif
dan wajar terhadap pekerjaannya. Mencintai pekerjaan sendiri. adalah salah satu
contoh sikap terhadap pekerjaan. Demikian pula keinginan untuk senantiasa
mengembangkan kualitas pekerjaan dan unjuk kerja merupakan refleksi sikap
terhadap pekerjaan.
Dengan demikian, etos kerja merupakan
tuntutan internal untuk berperilaku etis dalam mewujudkan unjuk kerja yang baik
dan produktif. Dengan etos kerja yang baik dan kuat sangat diharapkan seseorang
pekerja akan senantiasa melakukan pekerjaannya secara efektif dan produktif
dalam kondisi pribadi yang sehat dan berkembang. Perwujudan unjuk kerja ini bersumber
pada kualitas kompetensi aspek kepribadian yang mencakup aspek religi,
intelektual, sosial, pribadi, fisik, moral, dsb. Hal itu dapat berarti bahwa
mereka yang dipandang memiliki etos kerja yang tinggi dan kuat akan memiliki
keunggulan.
C. Kode
Etik Profesi Guru
Interpretasi tentang kode etik belum
memiliki pengertian yang sama. Berikut ini disajikan beberapa pengertian kode
etik.
1. Undang-undang
Nomor 8 tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Pasal 28 menyatakan bahwa
"Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode
etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku perbuatan di dalam dan di luar
kedinasan". Dalam Penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan dengan
adanya Kode Etik ini, Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, Abdi
Negara, dan Abdi Masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan
perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Selanjutnya dalam Kode Etik Pegawai
Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan
tugas dan tanggungjawab pegawai negeri. Dari uraian ini dapat kita simpulkan,
bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam
melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari- hari.
2. Kongres
PGRI ke XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru
Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI
dalam melaksanakan panggilan pengabdiaan bekerja sebagai guru (PGRI, 1973).
Dari pendapat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia
terdapat dua unsur pokok yakni:
a. sebagai
landasan moral, dan
b. sebagai
pedoman tingkah laku.
3. Dalam
Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD), Pasal 43, dikemukakan sebagai berikut:
1.
Untuk menjaga dan meningkatkan
kehormatan, dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan,
organisasi profesi guru membentuk kode etik;
2.
Kode etik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam
pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Dari beberapa pengertian tentang kode
etik di atas, menunjukkan bahwa kode etik suatu profesi merupakan normanorma yang
harus diindahkan dan diamalkan oleh setiap anggotanya dalam pelaksanaan tugas
dan pergaulan hidup seharihari di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi
petunjukpetunjuk bagaimana mereka melaksanakan profesinya, dan larangan-larangan,
tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan, tidak saja dalam
menjalankan tugas profesi, tetapi dalam pergaulan hidup sehari- hari di dalam
masyarakat.
D. Tujuan
Kode Etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode
etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan
organisasi.profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah
sebagai berikut.
1.
Menjunjung
tinggi martabat profesi.
Kode etik dapat menjaga pandangan dan
kesan pihak luar atau masyarakat, agar mereka tidak memandang rendah terhadap
profesi yang bersangkutan. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan
melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggotanya yang dapat mencemarkan
nama baik profesi.
2.
Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
Kesejahteraan mencakup lahir (atau
material) maupun batin (spiritual, emosional, dan mental). Kode etik umumnya
memuat larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan
kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum
bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa
saja yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan
rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin, kode etik umumnya memberi
petunjuk- petunjuk kepada anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
3.
Pedoman
berperilaku.
Kode etik mengandung peraturan yang
membatasi tingkah laku yang tidak pantas dan tidak jujur bagi para anggota prof'esi
dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.
4.
Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Kode etik berkaitan dengan peningkatan
kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan
mudah mengetahui tugas dan tanggungjawab pengabdiannya dalam melaksanakan
tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu
dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
5.
Untuk
meningkatkan mutu profesi.
Kode etik memuat norma norma dan anjuran
agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian
para anggotanya.
6.
Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi.
Kode etik mewajibkan setiap anggotanya
untuk aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan
yang dirancang organisasi.
Dari uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung
tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota,
meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu
organisasi profesi.
E. Penetapan
Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh
suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya, lazimnya dilakukan
dalam suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik
tidak boleh dilakukan secara perorangan, tetapi harus dilakukan oleh
organisasi, sehingga orang-orang yang tidak menjadi anggota profesi, tidak
dapat dikenankan Kode etik hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam
menegakkan disiplin di tangan profesi tersebut, jika semua orang yang
menjalankan profesi tersebut bergabung dalam profesi yang bersangkutan.
Jika setiap orang yang menjalankan suatu
profesi secara otomatis bergabung dalam suatu organisasi, maka ada jaminan bahwa
profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota
profesi yang melakukan pelanggaran serius terhadap kode etik dapat dikenakan
sanksi.
F. Sanksi
Pelanggaran Kode Etik
Seringkali negara mencampuri urusan
profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik suatu profesi tertentu
dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. dengan demikian,
maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku
meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi yang sifatnya memaksa, baik
berupa aksi perdata maupun pidana.
Sebagai contoh dalam hal ini jika
seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama
anggota profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu serius, maka dituntut di
muka pengadilan. Pada umumnya karena kode merupakan landasan moral, pedoman
sikap, tingkah laku, dan perbuatan; sanksi terhadap pelanggaran kode etik
adalah sanksi moral. Barang siapa melanggar kode etik, akan mendapat cela dari
rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah pelanggar
dikeluarkan dari organisasi profesi.
G.
Implementasi
Kode Etik Guru
Secara
sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan
Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002), mengemukakan implementasi sebagai
evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan
bahwa ”implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”.
Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan juga
dikemukakan oleh Mclaughin (dalam Nurdin dan Usman, 2004). Adapun Schubert
(dalam Nurdin dan Usman, 2002:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah
sistem rekayasa.”
Contoh
penerapan kode etik pada bidang profesi guru :
“Guru
memiliki kewajiban untuk membimbing anak didik seutuhnya dengan tujuan
membentuk manusia pembangunan yang Pancasila”. Inilah bunyi kode etik guru yang
pertama dengan istilah “berbakti membimbing” yang artinya mengabdi tanpa pamrih
dan tidak pandang bulu dengan membantu (tanpa paksaan, manusiawi). Istilah
seutuhnya lahir batin, secara fisik dan psikis. Jadi guru harus berupaya dalam
membentuk manusia pembangunan Pancasila harus seutuhnya tanpa pamrih.
H. Kode
Etik Guru Indoensia
Kode Etik Guru di Indonesia dapat
dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun
dengan baik, sistematik dalam suatu sistem yang utuh. Kode Etik Guru Indonesia
berfungsi sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga
PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di
luar sekolah serta dalam pergaulan hidup seharihari di masyarakat. Dengan
demikian, Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan
sikap profesional para anggota profesi keguruan.
Seperti halnya profesi lain, Kode Etik
Guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan.
Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air, pertama dalam
Kongres ke XIII di Jakarta tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres
PGRI ke XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia
yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut.
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia
menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, Bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang
berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut
bertanggungjawab atas terwujdunya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan
karyanya dengan mendominasi dasar-dasar sebagai berikut:
i.
Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila.
ii.
Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuranprofesional.
iii.
Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan danpembinaan.
iv.
Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar-mengajar.
v.
Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat di sekitarnya
untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadappendidikan.
vi.
Guru
secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabatprofesinya.
vii.
Guru
memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial.
viii.
Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian.
ix.
Guru
melaksanakan segala kebijakan Pemerintahdalam bidang pendidikan.
(Sumber: Kongres Guru ke XVI, 1989 di Jakarta).
I. Organisasi
Profesi Guru
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dikemukakan bahwa: "Organisasi profesi guru adalah perkumpulan
yang berbadan yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan
profesionalitas guru". Lebih lanjut dijelaskan hal- hal sebagai
berikut.
v
Pasal 41
a) Guru
dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
b) Organisasi
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi.
kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
c) Guru
wajib menjadi anggota organisasi profesi.
d) Pembentukan
organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
peraturan perundang-undangan.
e) Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam
pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
v
Pasal 42
Organisasi
profesi guru mempunyai kewenangan:
a) menetapkan
dan menegakkan kode etik guru;
b) memberikan
bantuan hukum kepada guru;
c) memberikan
perlindungan profesi guru;
d) melakukan
pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e) memajukan
pendidikan nasional.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etika dapat diartikan sebagai suatu
disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam
memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang sebaik-baiknya berdasarkan
timbangan moral-moral yang berlaku. Etos kerja merupakan tuntutan internal
untuk berperilaku etis dalam mewujudkan unjuk kerja yang baik dan produktif.
Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan
sikap profesional para anggota profesi keguruan.
Tujuan suatu profesi menyusun kode etik
adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan
para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu
profesi dan mutu organisasi profesi. Penetapan kode etik tidak boleh dilakukan
secara perorangan, tetapi harus dilakukan oleh organisasi yang berwenang sesuai
dengan profesinya. Segala hal yang terkait dengan profesi guru tertuang dalam
Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.
B.
Saran
Yang
perlu diatur dalam kode etik guru adalah apa yang boleh dan tidak boleh atau
pantas dan tidak pantas dilakukan seorang guru. Indikator "boleh-tidak
boleh dan pantas-tidak pantas" suatu tindakan harus jelas agar memberi
arah jelas untuk bertindak atau menilai apakah seorang guru melanggar kode etik
atau tidak. Bila indikator "boleh-tidak boleh atau pantas-tidak
pantas" itu tidak jelas, baik bagi guru maupun orang lain, sulit untuk
menilai apakah guru itu melanggar kode etik atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Pendidikan Nasional. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta : Departemen Pendidikan
Nasional
Hamalik,
Oemar. (2004). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta
: Bumi Aksara
Mulyasa,
E. (2006). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Mulyasa,
E. (2007). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Supriadi,
Dedi. (1998). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta : Adicita
Karya Nusa
Surya,
Mohamad. (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung :
Yayasan Bhakti Winaya
http://pujiee.wordpress.com/2010/01/13/penerapan-kode-etik-dan-pelanggaran-kode-etik/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar